Translate

07 April 2014

Pengertian Hukum Udara (Air Law) dan Sumber Hukum Udara Internasional


Pengertian Hukum Udara (Air Law)  
 

Belum ada kesepakatan yang baku secara internasional mengenai pengertian hukum udara (air law). Mereka kadang- kadang menggunakan istilah hukum udara  (air law)  atau hukum penerbangan  (aviation law)  atau hukum navigasi udara  (air navigation law.)  atau hukum transportasi udara  (air tranportation law)  atau hukum penerbangan  (aerial law) atau hukum aeronautika (aeronautical law)  atau udara - aeronautika  (air- aeronautical law)  saling bergantian tanpa dibedakan satu terhadap yang lain. Istilah- istilah  aviation law, 
navigation law, air transportation law, aerial law, aeronautical law, atau  air-aeronautical law, pengertiannya lebih sempit dibandingkan dengan   pengertian  air law.
Kadang - kadang digunakan istilah  aeronautical law terutama dan bahasa Romawi. Dalam bukunya Nicolas Matteesco Matte menggunakan istilah Air-Aeronautical Law,  sedangkan dalam praktik pada umumnya menggunakan istilah air law,  tetapi dalam  hal- hal tertentu menggunakan  aviation law.  Pengertian air law lebih luas sebab meliputi berbagai aspek hukum konstitusi, administrasi, perdata, dagang, komersial, pidana, publik, pengangkatan, manajemen dna lain-lain. Verschoor memberi definisi hukum udar a (air law) sebagai hukum dan regulasi yang mengatur penggunaan ruang udara yang bermanfaat bagi penerbangan, kepentingan umum, dan bangsa- bangsa di dunia.

Sumber Hukum Udara Internasional  

Sumber hukum udara  (air law sources)  dapat bersumber pada hukum internasional maupun hukum nasional. Sesuai dengan Pasal 38 Piagam Mahkamah Internasional mengatakan  “international custom, as evidence of a general practices accepted as law.”  Sumber hukum udara internasional dapat berupa multilateral maupun bilateral sebagai berikut. 

a.   Multilateral dan Bilateral 
Sumber hukum udara internasional yang bersifat multilateral adalah berupa konvensi - konvensi internasional yang bersifat multilateral juga bersifat bilateral. Pada saat ini Indonesia telah mempunyai perjanjian angkutan udara timbal balik (bilateral air transport agreement)  tidak kurang dari 67 negara yang dapat digunakan sebagai sumber hukum udara nasional dan internasional.   

b.   Hukum Kebiasaan Internasional  
Menurut Pasal 38 (1) Piagam Mahkamah Internasional, hukum kebiasaan internasional juga merupakan salah satu sumber hukum internasional. Di dalam hukum udara internasional juga dikenal adanya hukum udara kebiasaan internasional. Namun demikian, peran hukum kebiasaan internasional tersebut semakin berkurang dengan adanya konvensi internasional, mengingat hukum kebiasaan internasional kurang menjamin adanya kepastian hukum. Pasal 1 Konvensi Paris 1919 merupakan salah satu hukum kebiasaan internasional dalam 
hukum udara internasional. Namun demikian, pasal tersebut  diako modasi di dalam Konvensi Havana 1928 dan Pasal 1 Konvensi Chicago 1944. 
Dalam perkembangan teknologi, tindakan suatu negara dapat merupakan hukum kebiasaan internasional tanpa adanya kurun waktu tertentu. Hal ini telah dilakukan oleh Amerika Serika t dengan menetapkan Air Defence Identification Zone (ADIZ).  Tindakan Amerika   Serikat tersebut diikuti oleh Kanada dengan menentukan Canadian Air Defence Identification Zone (CADIZ) yang kemudian diikuti oleh negara - negara lain. Di dalam hukum laut internas ional juga dikenal adanya hukum kebiasaan sebagai salah satu sumber hukum.  

c.   Prinsip - prinsip Hukum Umum ( General Principles of Law)  
Selain hukum kebiasaan internasional dan konvensi internasional sebagaimana dijelaskan di atas, asas umum hukum  (general  principles recognized by civilized nations)  juga dapat digunakan sebagai sumber hukum udara. Salah satu ketentuan yang dirumuskan di dalam Pasal 38 (1) Piagam Mahkamah Internasional adalah  “general principles or law recognized by civilized nations” sebagai   asas - asas yang telah diterima oleh masyarakat dunia dewasa ini, baik hukum udara perdata maupun hukum udara publik.  Asas - asas tersebut antara lain:  
          (a)   prinsip bonafide  (iktikad baik atau  good faith),  artinya segala perjanjian harus dilaksanakan                        dengan i ktikad baik;  
          (b)  pacta sun servanda,  artinya apa yang diperjanjikan dalam perjanjjan harus dipatuhi, ditaati karena                  perjanjian merupakan undang- undang bagi yang membuat;  
          (c)  abus de drojt  atau  misbrujk van rectht,  maksudnya  suatu  hak tidak boleh disalahg unakan;  
          (d)  nebis in idem,  artinya perkara yang sama tidak boleh diajukan ke 
                pengadilan lebih dari sekali;   
          (e)  equality rights,  maksudnya kesederajatan yang diakui oleh negara-negara di dunia; (tidak boleh                     saling intervensi kecuali atas persetujuan yang bersangkutan;  
          (g)  non lequit,  artinya hakim tidak dapat menolak dengan alasan tidak  ada peraturan atau tidak ada                   hukum karena hakim mempunyai hak untuk menciptakan hukum (yurisprudensi).

Asas - asas hukum umum tersebut di atas sebagian besar berasal dari Romawi   yang telah diterima sebagai kaidah hukum oleh masyarakat dunia pada umumnya dan merupakan dasar lembaga - lembaga hukum dari negara- negara maju civilized nations). Asas- asas tersebut telah diterima sebagai sumber hukum dalam hukum internasional yang da pat juga berlaku terhadap hukum udara nasional maupun internasional. Asas - asas tersebut bersifat universal yang berarti juga berlaku terhadap hukum udara perdata internasional maupun hukum udara publik internasional. 

d.  Ajaran Hukum (Doctrine)   
 Ajaran hukum (doctrine)  di dalam hukum internasional juga dapat digunakan sebagai salah satu sumber hukum udara. Di dalam  Common Law System,  atau  Anglo Saxon System dikenal adanya ajaran hukum mengenai pemindahan risiko dari pelaku kepada korban. Menurut ajaran hukum  tersebut, perusahaan penerbangan yang menyediakan transportasi umum bertanggung jawab terhadap kerugian yang diderita oleh korban. Tanggung jawab tersebut.
Berpindah dari korban (injured people) kepada pelaku (actor). Demikian pula ajaran hukum (doctrine) mengenai bela diri. Menurut ajaran hukum (doctrine) bela diri, suatu tindakan disebut sebagai bela diri bila tindakan tersebut seimbang dengan ancaman yang dihadapi. Oleh karena itu, pesawat udara sipil yang tidak dilengkapi dengan senjata, tidak boleh dit embak karena pesawat udara sipil tidak ada ancaman yang membahayakan. Di samping itu, penembakan pesawat udara sipil juga tidak sesuai dengan semangat Konvensi Chicago 1944 yang mengutamakan keselamatan penumpang, awak pesawat udara, pesawat udara maupun b arang- barang yang diangkut .  

e.   Yurisprudensi  
Menurut Pasal 38 (1) Piagam Mahkamah Internasional, yurisprudensi juga merupakan salah satu sumber hukum. Ketentuan demikian juga berlaku terhadap hukum udara, baik nasional maupun internasional. Banyak kasus sengketa yang berkenaan dengan hukum udara, terutama berkenaan dengan tanggung jawab 
hukum perusahaan penerbangan terhadap penumpang dan atau pengirim barang maupun terhadap pihak ketiga. Di Indonesia terdapat paling tidak terdapat dua macam yurisprudensi yang menyangkut hukum udara perdata, masing- masing  gugatan Ny. Oswald terhadap Garuda Indonesian Airways  dalam tahun 1961 dan 
gugatan penduduk Cengkareng terhadap  Japan Airlines (JAL)  dalam tahun 2000. Dalam kasus penduduk Cengkareng vs Japan Airlines mengenai tanggung jawab hukum terhadap pihak ketiga, sedangkan kasus Ny. Oswald vs Garuda Indonesian Airways mengenai ganti rugi nonfisik.  Pada prinsipnya, keputusan pengadilan 
tersebut hanya berlaku terhadap para pihak, tetapi seorang   hakim boleh mengikuti.
yu risprudensi yang telah diputuskan oleh hakim sebelumnya  (The decision of the court has no binding force except between the parties and in respect if  that particular cases, artinya Keputusan Mahkamah Internasional tidak mempunyai kekuatan mengikat kecuali bagi pihak - pihak yang bersangkutkan tertentu itu. 

=SEMOGA BERMANFAAT =

1 komentar: